Catatan Kecil di Tengah Pandemi




 Kehidupan semakin tak waras saja
Yang berkuasa mengilas-gilas yang tertindas
Yang tertindas pasrah asal bertahan
Yang bijkasana diam karena takut

Empat bait hanya untuk membuka. Perubahan drastis di bumi siapapun pasti merasakan. Boomingnya istilah ‘Nongkrong di Warung kopi’ sudah luluh lantak. Social distancing, jaga jarak, pakai masker, work from home, di rumah saja. Tentu saja kehadiran Covid 19 menjadi isu hangat diseluruh dunia. Hampir semua Negara terdampak, WHO menyatakan covid 19 sebagai pandemi, ekonomi melemah.
Tahun ini tahun keseimbangan, 2020. Banyak perubahan yang terjadi. Banyak perayaan yang tentu saja mendramatisasi. Jamaah di masjid dilarang, saat Ramadhan terawih di rumah, tidak bisa mudik lebaran, dan tidak ada kembang api di malam takbiran. Dramatis, di rantau hanya bisa bertatap muka di layar sambil melontarkan maaf berkali-kali. Aku tidak bisa pulang.
Mengikuti perkembangan covid 19 tentu, tapi saya tipikal orang yang tidak terlalu heboh tentang itu. Meski begitu, protokol keamanan yang dicanangkan pemerintah saya taati, pakai masker, pakai handsanitizer, tidak mudik (tentu saja ini pengorbanan yang sangat luarbiasa, meski banyak orang yang ngotot mudik, saya ga peduli, biar saja). Tidak terlalu takut juga. Bagi saya, asal saya tidak merugikan orang lain, it’s okay.
Berbagai pro kontra kian menghiasi dunia per-medsos-an. Saya hanya menjadi penyimak dan memperhatikan. Kian baca kubu satu, saya bilang bener juga ya. Baca satunya lagi, ada benernya juga. Masyarakat disuruh di rumah saja. Masyarakat menengah kebawah kebingungan, dengan dalih “Kalau di rumah saja, keluarga kami makan apa?”. Lalu pemerintah menurunkan berbagai bantuan, pun lembaga swasta. Meski kita tahu, kadang sesuai sasaran, kadang tidak. Kadang sangat membantu, kadang tidak.
Disisi lain tenaga medis berkata “Kami bekerja untuk anda, anda di rumah saja”. Mereka mengambil resiko besar tertular pasien tapi mereka tetap bekerja. Berpisah dengan keluarganya. Berjam-jam harus menggunakan APD. Dan terforsir seluruh tenaganya hanya untuk stay terhadap pasien covid 19. Tak sedikit juga yang akhirnya gugur karena tertular covid 19.
Dibalas lagi “Kan mereka dapat insentif, dapat tunjangan, enak bilang kita harus di rumah saja. Terus bagaimana nasib kita-kita yang di PHK?”. Sahut menyahut di media sosial.
Covid 19 bukan hanya virus yang menyebabkan penyakit, tapi juga virus yang mengubah segala aspek tatanan ekonomi dan sosial. Masyarakat ekonomi menengah kebawah semakin tergilas roda kehidupan. Karyawan yang di PHK, buruh pabrik yang dirumahkan, ojek online yang sepi orderan, anak-anak yang diliburkan sekolahnya, kemudian merambat ke pertokoan yang terpaksa harus tutup untuk mematuhi protokol. Kita semua tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Kapan kehidupan akan kembali seperti semula. Dan kapan manusia bebas kembali dari penjara-penjara tagar di rumah saja.
Kita sama-sama bosan, kita sama-sama susah, meski tetap saja, yang miskin semakin miskin. Bukankah yang paling mudah adalah tetap menjadi manusia yang memanusiakan manusia? Tidak saling menjatuhkan apalagi mengumbar kebencian. Manusia benci terhadap manusia lain adalah wajar, tapi tidak masuk akal jika mempengaruhi orang lain untuk membenci. Lingkungan ini sudah negatif dari hari kehari, jangan biarkan pikiran juga ikut negatif.
Hidup sehat, rajin olahraga, beribadah sesuai keyakinan masing-masing, imbuhin rasa saling menghargai, toleransi, mengasihi. Negeri ini tempat kita dilahirkan dan dibesarkan, dari nenek moyang yang sama, yang seperjuangan. Tidak ada salahnya berpendapat, tidak ada salahnya saling membenci, manusiawi. Lebih manusia yang baik jika bisa memaafkan.
Kita terkotak-kotak, diombang-ambing isu-isu yang belum tentu kebenarannya. Dan di adu domba oleh konflik yang fiktif, tidak nyata. Semua praduga, kecurigaan, tidak percaya membuat masyarakat kian arogan. Dia salah, kamu salah, aku benar, mereka otoriter, penangganan kolot, semua praduga, menggiring opini, saling bertabrakan.
Lebih baik mendamaikan hati. Berpikir positif. Bekerja sama dengan baik. Tetap menjadi manusia baik. Semoga pandemik ini segera berakhir dan kita mampu bersua kembali. Melingkar, mengutarakan rasa dan pendapat sambil menyeruput secangkir kopi. Itu kan gaya kita? Salam lestari.

Komentar

Postingan Populer