Antara Singkong, Ilusi dan liburan
Apalah
arti liburan bagi Mukary, sama saja, dan terkadang berjalan lebih lama dari
hari-hari sibuk di perkuliahan. Siklus yang dia lalui setiap harinya juga sama,
bangun- sarapan-nonton televisi sampai ketiduran-bangun- makan- mandi- buka
laptop sampai ketiduran di malam hari. Shit, ya tidak gitu juga kali. Namanya Mukary,
dia terlahir jomblo dan sampai saat ini dia tetap bertahan menyandang status
berat yang telah tergeser oleh jaman kekinian. Peradapan mulai tak merima status
jomblonya lagi, bahkan meletakannya di kasta paling bawah. Whatever, untungnya
setiap pagi diliburan ini, dia dapat menghirup oksigen sebanyak-banyaknya,
tepat di desanya yang plosok dan jauh dari polusi udara. Selain itu juga jauh
dari wanita-wanita cantik khas kota metropolitan.
Bukan
dia yang merancang liburan kali ini, tapi Tuhan telah memberikan buah tangan
berupa tugas Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang akan dilaksanakan di PT. Kopi
Hitam Manis bersama dengan 3 kawannya. Dia teguhkan niat, dia abaikan masa
lajangnya dan dia gas motor menuju tempat PKL.
“Mak,
aku berangkat Assalamu’alaikum” Teriaknya dengan tatapan tajam kedepan
“Eh…singkongnya
ketinggalan, wah baru aku cabut sampai akarnya le” Sahut Emak Mukary membawa
satu rakit singkong yang lebih mirip bom atom dimatanya
“Aduh
emak…aku mau PKL, bukan mau perang, ga perlu bawa banyak-banyak lah” Tambahnya
dengan wajah lesu dan kusut mengingat pagi ini dia tidak mandi dan juga malas
cuci muka
“Bawa
saja, siapa tahu suatu hari membutuhkan” Paksa Emak Mukari dengan penuh
keteguhan
Dengan
malas, Mukary menerima dan menaruhnya di jok belakang. Sukses, dia melaju
dengan singkong serakit di jok belakang, beras satu karung kecil di depan dan
tas ransel besar didepan dada. Siapa yang peduli dengan keadaannya ini,
pikirnya sambil menggerak-gerakan lidah diatas gigi, siapa tau ada cabe merah
yang memeluknya. Kebetulan untuk sikat gigipun Mukary enggan pagi ini, atau
sejak dua hari lalu.
Jalan
setapak dilaluinya dengan keyakinan, dahulu mendahului motor yang lain dan
mereka berpasang-pasangan, nah pasangan Mukary apa? Hanya serakit singkong,
sekali lagi serakit singkong layaknya granat cokelat sebagai pasangannya.
Akhirnya sampailah ditempat PKL, hawanya sejuk, anginnya berhilir sepoi-sepoi
dan terlihat jajaran perkebunan yang hijau.
“Kary,
ini kos kita, ngapain kamu di depan ponten umum” Teriak Roedi membubarkan binar-binar
di mata Mukary
“Oalah…tak
kirain ini kos kita, pantesan tadi ada orang keluar masuk kesini” Ucap Mukary
dan menghampiri Roedi.
Kedua
mata mereka bertatapan, penuh kasih sayang hingga akhirnya mereka berjajaran
memasuki kos-kosan 3X4 meter itu (kalau 3X4 cm itu cetak foto bro). Mereka
sibuk menata barang bawaan masing-masing, memasukan baju kelemari menata ini
dan itu sampai beres.
“Ayo
jalan-jalan dan nyari Yuyun sama Ayu, mungkin udah sampai kos” Ucap Roedi
mengajak Mukary mencari 2 temannya yang satu tempat PKL dengan mereka.
Menyesuri
belantara perkebunan kakao, mereka berdua menatap gelantungan buah-buah
berwarna merah dan pasti kalau dibuka, ada banyak perhiasan kayak di dongeng
bawang putih bawang merah. Pepohonan kakao itu berjajar rapi dengan jarak tanam
yang teratur. Dari kejauhan terlihat sungai yang jernih, wah…tempat PKL ini
luarbiasa dan besok kita akan semangat bekerja kalau kayak gini.
“Woyo
woyo…kalian darimana saja bro” sentak Yuyun dari belakang. Yuyun adalah salah
satu teman Mukary yang lain daripada yang lain. Katanya dia K-pop tapi menurut
Mukary dan Roedi, dia lebih mirip ke pedagang mainan yoyo atau kalau gak gitu
pedagang keong, ya seputar itulah.
“Kos
kita disebelah sungai itu, nah diujung sana ada air terjunnya, ayo kesana” Utas
Ayu, satu temannya lagi yang terlihat lebih feminism dan selalu ingin tahu
(semacam kepo berkepanjangan).
Mereka
menyusuri perkebunan kakao lalu menemukan sebuah sungai yang mengalir lembut
dan dipenghujungnya terdapat air terjun. Dengan semangat Mukari langsung
membasuh wajahnya yang mengering
menggunakan air sungai. Berwarna bening menuju kebiru-biruan, mereka
lalu selfie-selfie menggunakan tongsis otomatis seharga 25 ribu milik Yuyun.
Puas bermain dengan kejernihan
sungai dan wahana air terjun gratis, mereka berjalan kearah barat daya seperti
yang ditunjukan lumut di sebuah batu. Konon katanya, dalam karton spongebob,
lumut selalu menunjukan arah yang benar. Mantap, terdapat hamparan bunga
warna-warni yang harumnya semerbak. Sebelah kiri berwarna ungu, kanan berwarna
putih, disana merah, disini kuning, dan mukary mulai memetik beberapa untuk
dikasihkan ke Yuyun. Sejak semester 1 dia menyimpan rasa kepada Yuyun, dan
mumpung ada bunga gratis, dia mau menyatakan cintanya.
“Enyun,
kalau kamu terima bunga ini, berarti kamu menerima cintaku, kalau tidak berarti
menolak” Ucap Mukary patas seperti kopaja tanpa basa-basi
“Cikidot,
oke kita jadian” Jawab Yuyun tak kalah patasnya.
Mukaripun
kegirangan karena kasta terendahnya di jaman kekinian sudah terangkat. Dia
merasakan ini liburan yang totalitas, dapat wahana gratis yang mempesona dan
dapat pacar yang dia idamkan selama 4 semester belakangan ini.
Menjajaki bebatuan sebuah taman,
suasana mulai suram, mereka tak tahu kemana jalan pulang. Mimic wajah Roedi
tetap tenang, dia mengeluarkan satu batang rokok, kemudian menyulutnya dengan
api. Menghisap dalam-dalam dan mengeluarkan kepulan-kepulan penyesalan lewat
hati, tetap di dadanya.
“Ga
mungkin kesasar kok, lagian nanti juga ada pekerja yang lewat” Ucap Roedi
dengan samar-samar menenangkan Ayu yang semakin sibuk membenahi krudungnya.
“Haduh,,
batraiku low lagi, kan mau update status”Celetuk Yuyun di tengah gelisah itu
Hingga
terdengar raungan harimau muncul dari semak-semak yang kini mereka berada pada
setting perhutanan. Semua berubah memang sejak beranjak dari kebun bunga tadi,
semakin berjalan, semakin hanya ditemui pepohonan dan semak belukar. Raungan
itu kian keras hingga mereka merapat satu sama lain. Hingga tiba-tiba harimau
besar berwarna cokelat dengan belang hitam itu keluar, meraung dan menunjukan
taringnya, mendekat ke arah mereka. Gelap.
“Woy,
bangun, itu singkong kamu jangan ditaruh diatas kasur dong, mana masih bau
tanah” Seru Roedi membangunkan M|ukari yang mengiga
“Harimaunya
mana Roed?” Tanya Mukari ketakutan tenggok sana-sini dan menubruk kearah Roedi.
Roedipun mengelus-elus menenangkannya dengan lembut dan dengan tatapan yang
manis.
“Kamu
hanya mimpi, ga ada harimau, itu adanya Yuyun sama Ayu” Jawab Roedi penuh
kelembutan dan tanpa menjawab Mukaripun menghampiri Ayu dan Yuyun.
“Yuyun,
kita pacaran kan?” Tanya Mukary kea rah Yuyun dengan penuh antusias. Yuyun tak
menjawab dan memasang handset di telinganya. Malang nian nasib Mukary,
setidaknya dia merasakan liburan dan punya pacar dalam mimpinya siang itu. Dan
keesokan harinya, mereka mulai bekerja di sebuah perkebunan kopi, tidak ada
sungai jenih itu, tidak ada air terjun, tidak ada bunga warna-wani dan tidak
ada hutan dengan semak belukar beserta harimau meraung. Yang ada hanya canda
tawa mereka berempat yang cukup untuk mengisi botol-botol harapan di liburan
akhir semester.
Komentar
Posting Komentar